Suasana panasnya pilkada sepertinya masih belum hilang dalam masyarakat kita. Belum lagi beberapa daerah masih melaksanakan pilkada putaran kedua April nanti. Seluruh masyarakat tentu ingin berpatisipasi dalam pesta demokrasi ini untuk memilih siapa yang akan berperan sebagai pelayan masyarakat selama 5 tahun ke depan. Sudah seharusnya regulasi pelaksanaan pilkada atau pemilu dapat memfasilitasi seluruh golongan masyarakat. Semua peraturan tentang pelaksanaan pemilu sudah diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2004, dan tentang siapa yang dapat melakukan pemilihan dijelaskan pada pasal 4. Dijelaskan juga pada UU Nomor 8 Tahun 2016 pasal 13 tentang Hak Politik bahwa tak terkecuali penyandang disabilitas dapat memilih dan dipilih dalam jabatan publik serta mempunyai hak dalam pemilihan umum. Penyandang disabilitas di sini adalah sesuai yang dijelaskan pada pasal 4, meliputi penyandang disabilitas fisik, penyandang disabilitas intelektual, penyandang disabilitas mental, dan penyandang disabilitas sensorik.
Pada UU Nomor 12 Tahun 2004 tentang Hak Memilih, dapat kita lihat bunyi pasal 4 ayat 2a: “Untuk dapat didaftar sebagai pemilih, warga negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi syarat nyata-nyata tidak sedang terganggu jiwa/ingatannya.” Diikuti ayat 3 (tiga): “Seorang warga negara Republik Indonesia yang telah terdaftar dalam daftar pemilih ternyata tidak lagi memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat menggunakan hak memilihnya.” Itu berarti warga yang mengalami gangguan jiwa maupun ingatan tidak mempunyai hak pilih. Hal ini secara tidak langsung bertentangan dengan apa yang dijelaskan pada UU Nomor 8 Tahun 2016 pasal 13, dimana seharusnya penyandang disabilitas, termasuk disabilitas intelektual dan disabilitas mental, mempunyai hak pilih dalam pemilihan umum.
Dapat diuraikan lebih lanjut bahwa yang dimaksud dengan ”Penyandang Disabilitas Intelektual” adalah terganggunya fungsi pikir karena tingkat kecerdasan di bawah rata-rata, antara lain:
- lambat belajar;
- disabilitas grahita; dan
- down syndrome
Sedangkan, yang dimaksud dengan “Penyandang Disabilitas Mental” adalah terganggunya fungsi pikir, emosi, dan perilaku yang meliputi:
- Psikososial di antaranya skizofrenia, bipolar, depresi, anxietas, dan gangguan kepribadian; dan
- Disabilitas perkembangan yang berpengaruh pada kemampuan interaksi sosial seperti autis dan hiperaktif.
Entah apa yang dijadikan alasan para penyandang disabilitas intelektual dan mental didiskriminasi dari keikutsertaan sebagai peserta pemilu, tetapi sebenarnya penyandang disabilitas intelektual dan mental masih mumpuni dalam mengikuti pemilu. Sangat disayangkan bahwa di dalam UU masih memuat ketentuan yang bersifat diskriminatif. Justru seharusnya pemerintah memfasilitasi agar semua masyarakat dapat mengikuti pemilihan umum.
Penulis: Alya Nur Ramadhani, Fakultas Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian UGM 2016