Keterlibatan Difabel dalam Peningkatan Sumber Daya Manusia

( Sumber Foto : unsplash.com )

UU No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 15 April 2016 dan diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 69 oleh Menkumham Yasonna H. Laoly pada tanggal 15 April 2016. Undang-Undang ini antara lain mengatur mengenai ragam Penyandang Disabilitas, hak Penyandang Disabilitas, pelaksanaan Penghormatan, Perlindungan, dan Pemenuhan hak Penyandang Disabilitas, koordinasi, Komisi Nasional Disabilitas, pendanaan, kerja sama internasional, dan penghargaan. Keterlibatan difabel dalam peningkatan Sumber Daya Manusia yang menjadi fokus topik bahasan terdiri dari kesejahteraan difabel, penyerapan tenaga kerja, fasilitas, dan pendidikan.

 1. Kesejahteraan disabilitas

Upaya pemerintah untuk mewujudkan kemandirian dan kesejahteraan penyandang disabilitas, adalah dengan cara peningkatan kesejahteraan penyandang disabilitas, yang dilaksanakan melalui kesamaan kesempatan, rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial. Hal ini, sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1998 tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Disabilitas.

(Sumber Foto : kemsos.go.id )

Pada tahun ini, Kementerian Sosial menargetkan pemberian bantuan : (a). 22.500 Asistensi Sosial Penyandang Disabilitas, (b). 4.001 Pemberian Alat Bantu Penyandang Disabilitas, (c). 6.000 Kartu Disabilitas, (d) 4. 30 Bantuan Sosial Perorangan dan (e). 1.000 Bantuan Kemandirian Penyandang Disabilitas.

 2. Penyerapan tenaga kerja

Berdasarkan penelitian Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia pada akhir 2016, estimasi jumlah penyandang disabilitas di Indonesia mencapai 12,15% dari populasi atau hampir 30 juta jiwa. Dari jumlah tersebut, 10,29% diantaranya merupakan penyandang difabel kategori sedang, sementara 1,87% lainnya termasuk dalam kategori berat. Tingkat pendidikan yang diraih oleh difabel juga lebih minim dibandingkan non-difabel. Jika 87,31% masyarakat non-penyandang disabilitas berpendidikan setingkat SD ke atas, hanya 54,26% difabel yang bernasib serupa. 45,74% lainnya tidak lulus dan bahkan tidak pernah mengenyam pendidikan SD. Saat ini memang sudah diatur dalam UU Nomor 8 tahun 2016 bahwa perusahaan swasta berkewajiban menyediakan 1 persen dari total karyawannya untuk penyandang disabilitas, sedangkan perusahaan milik Negara wajib mempekerjakan 2 persen pegawainya. Namun faktanya, banyak perusahaan yang masih melakukan penolakan dengan alasan ijazah dan lain-lain. Oleh karena itu, disabilitas perlu mengenyam pendidikan tinggi agar memiliki kesetaraan dengan mereka yang bukan disabilitas. Dan Negara wajib menyediakan, dan mengelola infrastruktur yang ramah bagi disabilitas.

Selain itu, terkadang perusahaan mengalami kesulitan memenuhi kuota tenaga kerja difabel karena tidak memiliki kemampuan seperti yang dibutuhkan perusahaan. Hal ini dapat terjadi salahsatunya karena pendidikan formal di sekolah biasanya mengajarkan sekadar kerajinan tangan yang bagus dan baik, tapi jarang mengajarkan keahlian  berkemampuan formal seperti mengelola keuangan, pemasaran, dan manajemen.

 3. Fasilitas

Setiap pekerjaan dan kegiatan sehari-hari yang dilakukan selalu diimbangi dengan penggunaan fasilitas yang sesuai dan memadai. Fasilitas mempermudah pekerjaan maupun kegiatan yang perlu dilakukan, terutama di ruang publik. Penyediaan fasilitas publik adalah tanggung jawab penyelenggara pemerintah yang mengatur ruang publik tersebut. Semakin efisien dan semakin tepat jumlah fasilitas publik yang dibangun, maka semakin mudah dan semakin cepat suatu pekerjaan yang dilakukan.

Contoh fasilitas yang biasa kita temui adalah bangku taman, pemberhentian bus, tempat cuci tangan, dan lain sebagainya. Fasilitas tersebut membantu orang-orang yang membutuhkan, namun fasilitas yang perlu ada di ruang publik tidak hanya itu saja, melainkan perlu diperhatikan pula pembangunan fasilitas publik untuk orang-orang yang berkebutuhan khusus. Orang-orang dengan kebutuhan khusus tentunya memiliki hambatan dalam berkegiatan sehari-hari, sehingga untuk menyamai produktivitas seperti orang lain, perlu dibantu dengan penyediaan fasilitas khusus bagi mereka.

Terkait dengan inklusivitas, ada beberapa kota yang dikenal cukup inklusif, salah satunya Ambon. Ambon telah lama dinyatakan sebagai kota inklusif. Menyandang gelar kota inklusif berarti ruang publik kota Ambon telah ramah terhadap orang-orang dengan kebutuhan khusus. Meskipun fasilitas publik untuk membantu orang-orang difabel telah dibangun, sayangnya pembangunan fasilitas ini kurang komprehensif sehingga dinilai belum berdampak secara signifikan, sehingga perlu diadakan penambahan fasilitas publik untuk orang-orang dengan kebutuhan khusus.

 4. Pendidikan

Bangsa Indonesia sejak berdirinya hingga kini masih memiliki cita-cita pasti untuk memberikan pendidikan yang layak bagi bangsanya sendiri. Bangsa yang dimaksud adalah seluruh masyarakat Indonesia tanpa terkecuali. Pendidikan Indonesia sejak pendudukan Belanda hingga hari ini sedikit demi sedikit terus mengalami perubahan. Perubahan ini tentunya dilakukan dengan semangat cita-cita bangsa untuk memberikan pendidikan yang layak kepada bangsa Indonesia tanpa terkecuali.

Perubahan dalam dunia pendidikan di Indonesia terus terjadi mulai dari budaya patriarki yang menghalangi wanita untuk mengenyam pendidikan, hingga kini wanita memiliki kesetaraan untuk belajar secara formal dalam instansi pendidikan dalam cita-citanya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun agaknya pencerdasan kehidupan bangsa melalui instansi pendidikan belum mampu menggapai seluruh masyarakat, terutama masyarakat berkebutuhan khusus.

Pendidikan untuk mereka yang membutuhkan penanganan lebih masih belum sepenuhnya tergambar di Indonesia. Kurangnya kemampuan pemahaman tenaga pendidik untuk menangani peserta didik dengan kebutuhan khusus menjadi faktor utama dalam penyampaian ilmu kepada peserta didik difabel. Mendidik siswa dengan kebutuhan khusus tentunya berbeda dengan mendidik siswa biasa, dalam hal ini diperlukan sinergi yang tepat dari keikhlasan tenaga pendidik dan ketepatan kurikulum yang disediakan. Pengadaan dan peningkatan unit pelayanan bagi orang dengan kebutuhan khusus juga perlu dalam koridor pendidikan.

( Sumber Foto : unsplash.com )

Berbagai upaya dalam pendayagunaan masyarakat difabel sedang berjalan dan terus dikembangkan oleh negara. Pendayagunaan ini tentunya sebagai bentuk apresiasi pemerintah terhadap kaum difabel yang ingin memiliki kontribusi yang sama seperti orang lain walau dalam keterbatasan. Kerja pemerintah sepanjang ini patut diapresiasi karena pemberian perhatian terhadap kaum difabel masih berjalan walau tidak terlalu signifikan. Masih banyak aspek yang perlu dikaji dan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan kaum difabel masa kini mengingat perkembangan zaman menuntut perkembangan kontribusi yang diberikan.

[ REPORT KEGIATAN ] – KAJIAN INTERNAL

Author : Ratna Sari dan Bagas Reyhanu Adam, Kastrat 2020

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Scroll to Top