Peran pekerjaan dalam kehidupan setiap manusia sangatlah penting, hal ini berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Pemilihan pekerjaan sendiri tidak bisa lepas dari berbagai faktor seperti kebutuhan ekonomi, sosial sampai psikologis seseorang atau individu (Thamrin dan Bashir, 2015). Begitupun dengan penyandang disabilitas, pekerjaan juga memiliki peranan yang penting dan untuk memilihnya pun dilihat dari beberapa faktor. Sedangkan pemahaman publik terhadap penyandang disabilitas masih erat kaitannya dengan perilaku dan pemikiran yang diskriminatif (Widinarsih, 2019). Berdasarkan Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Departemen Sosial RI pada tahun 2008 saja, tercatat 74,4% penyandang disabilitas adalah pengangguran atau tidak bekerja dan sisanya memiliki pekerjaan (Purinami dkk., 2018). Tentu saja hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor pendorong secara internal maupun eksternal. Secara internal, sikap diskriminatif masyarakat yang masih melekat dapat menjadi tantangan yang akan timbul dalam diri penyandang disabilitas. Hal tersebut akan menghambat proses penyesuaian diri dalam dunia kerja penyandang disabilitas itu sendiri. Faktor lain datang dari eksternal seperti kurang tersedianya lapangan pekerjaan bagi penyandang disabilitas yang disebabkan oleh lingkungan yang masih diskriminatif tadi atau lingkungan yang merasa bahwa penyandang disabilitas tidak mandiri. Selain itu, kurangnya aksesibilitas juga menjadikan sebuah perusahaan atau tempat kerja tidak menyediakan lowongan bagi penyandang disabilitas (Purinami dkk., 2018). Padahal, bekerja bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan seorang penyandang disabilitas tetapi juga untuk meningkatkan keterampilan sosial mereka. Hal-hal tadi yang mendasari atau melatarbelakangi pembahasan ini mengenai pekerjaan bagi seorang penyandang disabilitas.
Komunitas penyandang disabilitas yang ada di Indonesia kerap merasa minder atau kurang percaya diri terhadap kemampuan mereka sendiri, terutama dalam pekerjaan. Banyak penyandang disabilitas yang sampai saat ini bergonta-ganti pekerjaan karena merasa tidak nyaman bekerja di tempat kerja mereka sebelumnya. Penyebab minder yang dirasakan para penyandang disabilitas sangat beragam, salah satunya yaitu mulai dari direndahkan saat masih tahap wawancara penerimaan pekerja. Hal itu jelas menjadi alasan ketidaknyamanan mereka karena karakteristik setiap orang tentu berbeda-beda dalam menerima suatu hinaan atau kritikan. Selain itu, mereka sering dinilai berbeda oleh rekan kerja mereka, sehingga membuat mereka merasa diasingkan dan dijauhi oleh rekan kerja mereka. Tidak jarang banyak orang yang memberikan rasa kasihan yang terlalu berlebihan dan justru membuat mereka merasa diberi perlakuan “spesial” yang berbeda dari rekan kerja lainnya. Sebenarnya, para penyandang disabilitas akan mudah berbaur dan berkomunikasi dengan orang lain, terutama dalam bekerja, apabila mereka diperlakukan layaknya manusia normal tanpa cacat fisik maupun psikis. Namun, beberapa faktor tersebut justru menjadi penyebab utama mereka tidak bisa mengembangkan komunikasi mereka dan cenderung menarik diri dari lingkup sosial pekerjaan karena semakin dianggap berbeda, mereka akan semakin merasa tidak cocok berada dalam lingkup yang saat itu sedang dijalaninya. Kebanyakan karyawan difabel mendapatkan dukungan positif dilingkungan bekerja, tetapi hal tersebut belum dapat mengubah rasa percaya diri mereka terhadap kondisi, yaitu kemampuan fisik mereka yang terbatas. Selain lingkungan yang mendukung, perusahaan perlu melakukan pendekatan lain bagi kaum difabel bersifat interpersonal untuk dapat lebih membantu kaum difabel beradaptasi dan berkembang lebih baik lagi (Lukas, et al., 2021).
Lalu, apa alasan dari sisi perusahaan yang belum merekrut Difabel? Padahal, kewajiban kuota 1-2% untuk karyawan Difabel di perusahaan sudah diatur pemerintah dalam Undang-undang No. 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas. Menurut Susilowati (2014) dalam Poerwanti (2017), faktor penyebab perusahaan tidak mempekerjakan Difabel adalah (1) tidak cukupnya informasi mengenai dari mana dan bagaimana perusahaan dapat merekrut Difabel yang memiliki keterampilan, dan (2) masih ada persepsi yang buruk mengenai kapabilitas tenaga kerja Difabel. Mengutip pendapat dari Anggiasari Puji Aryatie dalam Webinar “Peluang Kerja Jaman Now Bagi Disabilitas” pada 14 Agustus 2020, sebenarnya perusahaan yang mempekerjakan Difabel dinilai mampu menangkap ide-ide untuk menggarap target pasar lebih baik. Studi Tricia (2022) juga membuktikkan bahwa penyerapan tenaga kerja DIfabel berkontribusi positif dan signifikan terhadap peningkatan pendapatan UMKM Steam Motor di Lampung.
Akan tetapi, terdapat faktor eksternal lain yang menjadi tantangan bagi penyandang disabilitas untuk dapat memiliki pekerjaan. Selain kurangnya rasa percaya perusahaan dan penyedia lapangan kerja terhadap tenaga kerja difabel, terbatas dan bahkan tidak tersedianya aksesibilitas bagi tenaga kerja difabel yang dimiliki oleh banyak perusahaan-perusahaan di Indonesia adalah faktor tersebut. Aksesibilitas yang dimaksud di dalam paragraf ini mencakup dua jenis, yakni aksesibilitas fisik dan non fisik. Aksesibilitas fisik meliputi aksesibilitas yang terkait dengan infrastruktur bangunan, fasilitas, dan lingkungan seperti gedung, transportasi, toilet, website, juru bahasa isyarat, dan lain sebagainya. Sementara aksesibilitas non fisik meliputi lingkungan sosial, moral, etika dalam berinteraksi, penyampaian informasi, dan lain-lain. Saat ini, mayoritas dari perusahaan-perusahaan dan penyedia lapangan kerja di Indonesia masih belum menyediakan aksesibilitas-aksesibilitas yang menjadi kunci bagi para tenaga kerja disabilitas untuk dapat bekerja dan beraktivitas. Berdasarkan data yang terdapat pada Kerjabilitas, sebuah situs pencari lowongan pekerjaan bagi tenaga kerja difabel, saat ini hanya terdapat sekitar 2000 perusahaan dari seluruh Indonesia yang terdaftar menerima dan mempekerjakan tenaga kerja difabel (Artharini, 2017). Di Provinsi Jawa Barat, hanya terdapat 0,1% atau 50 perusahaan yang menerima dan mempekerjakan tenaga kerja difabel dari total 55 ribu perusahaan (Yusef, 2022). Di tahun 2020, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa hanya 0,18% dari total keseluruhan tenaga kerja difabel di Indonesia yang memiliki pekerjaan (Jayani, 2021).
Berbagai hambatan dan tantangan tersebut dapat menjadi fokus baru bagi kita sebagai bagian dari komunitas untuk andil meningkatkan pemenuhan hak pekerjaan bagi para penyandang disabilitas. Pengamatan dan evaluasi juga perlu dilakukan pada perusahaan-perusahaan yang telah memulai langkah membuka kesempatan bagi pekerja penyandang disabilitas. Pada akhirnya, tembok terbesar dalam berbagai hal yang melibatkan penyandang disabilitas adalah stigma, sehingga edukasi mengenai inklusivitas perlu lebih masif lagi disampaikan untuk menciptakan pemahaman yang utuh dan seirama.
REFERENSI
Artharini, I., 2017, Seberapa besar kesempatan kerja bagi kelompok difabel di Indonesia?, BBC News Indonesia, dikutip pada tanggal 14 Mei 2022 pada https://www.bbc.com/indonesia/trensosial-41495572.
Jayani, D., 2021, Akses Pekerjaan Penyandang Disabilitas Makin Sedikit, Databoks Katadata, dikutip pada tanggal 14 Mei 2022 pada https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/07/09/akses-pekerjaan-penyandang-disabilitas-makin-sedikit
Lukas, T., Menayang, A. P., & Marta, R. F., 2021, Peran Perusahaan Alfamidi Membangun Kepercayaan Diri Difabel Dalam Dunia Kerja, Jurnal Komunikasi Profesional, 5(1).
Poerwanti, S. D. (2017). Pengelolaan tenaga kerja difabel untuk mewujudkan workplace inclusion. INKLUSI: Journal of Disability Studies, 4(1), 1-24.
Purinami, G.A., Apsari, N.C. dan Mulyana, N., 2018, Penyandang Disabilitas dalam Dunia Kerja, Jurnal Pekerjaan Sosial, 3(1), 234-244.
Thamrin, K.M.H. dan Bashir, A., 2015, Persepsi Seseorang dalam Memilih Pekerjaan sebagai Dosen Perguruan Tinggi Negeri di Indonesia, Jurnal Manajemen dan Bisnis Sriwijaya, 3(13), 387-412.
TRICIA, D. M. (2022). PENGARUH PENYERAPAN TENAGA KERJA PENYANDANG DISABILITAS TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN UMKM STEAM MOTOR DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM (Studi pada Gerkatin Steam Motor di Jl. Panglima Polim No. 1 Segala Mider Kota Bandar Lampung) (Doctoral dissertation, UIN RADEN INTAN LAMPUNG). (2020). Keuntungan Perusahaan Pekerjakan Difabel. Laman Berita Solider. Dikutip pada tanggal 13 Mei 2022 dari https://www.solider.id/baca/6208-keuntungan-perusahaan-pekerjakan-difabel
Widinarsih, D., 2019, Penyandang Disabilitas di Indonesia : Perkembangan Istilah dan Definisi, Jurnal Ilmu Kesejahteraan Sosial, 2(20), 127-142.
Yusef, 2022, Dari 55 Ribu Perusahaan Baru 0,1 Persen yang Berdayakan Penyandang Disabilitas, Realita Rakyat. Dikutip pada tanggal 14 Mei 2022 pada https://www.realitarakyat.com/2022/02/dari-55-ribu-perusahaan-baru-01-persen-yang-berdayakan-penyandang-disabilitas/.