Negara Indonesia menjamin pendidikan sebagai hak fundamental bagi semua warganya. Hal ini secara eksplisit dinyatakan dalam Undang-Undang Dasar 1945, khususnya pada Pasal 28 C Ayat 1 yang berbunyi, “Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia”. Pasal ini menegaskan bahwa pendidikan bukan hanya sebagai hak dasar, tetapi juga sebagai sarana bagi setiap warga negara untuk mengembangkan diri dan meningkatkan kualitas hidupnya. Dengan jaminan konstitusional ini, negara berkewajiban untuk menyediakan akses pendidikan yang merata dan berkualitas bagi seluruh lapisan masyarakat tanpa memandang latar belakang sosial, ekonomi, atau geografis. Artinya, setiap warga negara memiliki hak untuk menempuh pendidikan, tak terkecuali penyandang disabilitas.
Peraturan perundang-undangan yang ada, baik Indonesia maupun negara lain, telah menekankan pentingnya akses pendidikan yang setara bagi semua warga negara, tanpa memandang kondisi fisik atau mental. Hal ini sesuai dengan Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas PBB yang menegaskan bahwa semua penyandang disabilitas berhak atas pendidikan inklusif, berkualitas, dan tanpa diskriminasi. Lebih lanjut, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas secara khusus mengatur hak-hak penyandang disabilitas, termasuk hak untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu.
Dalam menempuh pendidikan sendiri penyandang disabilitas sering kali mengalami kendala, seperti stigmatisasi oleh orang sekitar, fasilitas pendidikan yang tidak inklusif, dan hambatan dalam mobilitas sehari-hari. Masih banyak masyarakat yang memandang sebelah mata terhadap orang dengan disabilitas yang dapat berkuliah atau menempuh pendidikan tinggi. Masyarakat sering kali menganggap keterbatasan yang dimiliki orang dengan disabilitas menghambat aktivitas mereka dan menjadi “beban” sehingga para penyandang disabilitas sendiri merasa tidak berguna, tidak berdaya, dan terisolasi (Soeparman, 2014). Usaha dalam meningkatkan kepercayaan diri penyandang disabilitas di ranah perguruan tinggi dapat dimulai dengan menyambut dan memfasilitasi mereka dengan baik dari awal masa orientasi.
Pada tingkat perguruan tinggi, masa orientasi dikenal sebagai masa Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru (PKKMB). PKKMB merupakan rangkaian aktivitas pengenalan kampus pada calon mahasiswa yang dilaksanakan di awal tahun ajaran baru (Koriaty et al., 2016). Universitas Gadjah Mada memiliki PIONIR Gadjah Mada sebagai kegiatan pembelajaran, pengenalan, penggalian potensi, dan orientasi untuk mendidik Gamada (Gadjah Mada Muda) terkait nilai-nilai ke-UGM-an.
PIONIR Gadjah Mada memiliki tanggung jawab terhadap masa orientasi yang akan menjadi jembatan penghubung antara para mahasiswa baru dengan kehidupan awal perkuliahan. Dalam melaksanakan tugasnya, panitia perlu merencanakan persiapan dan pelaksanaan masa orientasi yang tepat agar dapat mengakomodasi segala kebutuhan dan hak-hak mahasiswa baru, termasuk mahasiswa penyandang disabilitas. Terpenuhinya kebutuhan dan hak-hak mahasiswa baru selama masa orientasi menunjukkan seberapa jauh kesiapan panitia dan pihak perguruan tinggi dalam menyambut mahasiswa baru. Universitas Gadjah Mada juga telah berkomitmen menjadi kampus yang inklusif dan ramah bagi para penyandang disabilitas. Oleh karena itu, persiapan masa orientasi baik oleh panitia maupun berbagai pihak yang terlibat perlu dilaksanakan dengan penuh pertimbangan.
Tulisan ini disusun untuk mengkaji seberapa jauh inklusivitas penyelenggaraan PIONIR Gadjah Mada tahun 2024, baik di tingkat universitas maupun di tingkat fakultas/sekolah. Kajian ini meninjau penyelenggaraan PIONIR mulai dari persiapan hingga selama kegiatan berlangsung.
Masa Orientasi Inklusif sebagai Bagian dari Pendidikan Inklusif
Dalam surat keputusan 25/DIKTI/Kep/2014 mengenai Panduan Umum Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia menyatakan bahwa masa orientasi harus direncanakan dengan matang agar dapat menanamkan pendidikan karakter kepada peserta didik baru secara efektif. Rangkaian kegiatan tersebut juga merupakan bentuk dukungan bagi terciptanya budaya akademik yang kondusif dalam penyelenggaraan tridharma perguruan tinggi. Di samping itu, mahasiswa baru memerlukan kesiapan psikologis dan dukungan sosial untuk mempercepat proses adaptasi dengan kehidupan dan sistem pembelajaran di kampus (Koriaty et al., 2016).
Kegiatan masa orientasi setidaknya perlu menyiapkan komponen-komponen pendidikan inklusif, seperti pelatihan untuk meningkatkan kesadaran terhadap isu disabilitas (Roth et al., 2018) dan hak-hak penyandang disabilitas, pelatihan etika terhadap penyandang disabilitas (Shin et al., 2023), kemudahan aksesibilitas (ruang kelas, toilet, bidang miring, format penyampaian informasi melalui braille dan audio-visual), serta pendampingan bagi penyandang disabilitas yang membutuhkan. Namun, hal terpenting dalam persiapan masa orientasi yang inklusif adalah mengedepankan konsep design for all. Design for all merupakan konsep yang memungkinkan semua orang (tidak hanya penyandang disabilitas) memiliki kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam setiap aspek di masyarakat (Persson et al., 2015). Dalam konteks ini, setiap mahasiswa baru memiliki kesempatan yang sama untuk mengikuti rangkaian kegiatan masa orientasi karena panitia telah merancang kegiatan yang inklusif.
PIONIR Gadjah Mada
PIONIR Gadjah Mada yang tahun ini mengangkat tema “Kolaborasi Gadjah Mada, Generasi Unggul Indonesia” dilaksanakan pada tanggal 29 Juli – 3 Agustus. Rangkaian kegiatan PIONIR Gadjah Mada dilaksanakan mulai dari tingkat universitas hingga fakultas/sekolah. Persebaran PIONIR tingkat fakultas/sekolah adalah sebagai berikut:
Klaster Saintek |
|
Klaster Medika |
|
Klaster Agro |
|
Klaster Soshum |
|
Sekolah Vokasi |
|
Panitia masa orientasi sebagai garda terdepan yang memperkenalkan lingkungan kampus Universitas Gadjah Mada dan menyambut para mahasiswa baru, termasuk mahasiswa penyandang disabilitas, memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa kegiatan PIONIR telah inklusif dan ramah bagi seluruh peserta. Dalam rangka untuk meninjau seberapa jauh inklusivitas pelaksanaan PIONIR 2024, UKM Peduli Difabel melakukan kajian melalui wawancara dan observasi terhadap penyelenggaraan PIONIR tingkat universitas dan beberapa pionir tingkat fakultas, yaitu PIONIR Kesatria, PIONIR I-Dentistry, PIONIR Geospace, PIONIR Dialektika, PIONIR Pascal, PIONIR Justisia, dan PIONIR Organik. Berikut merupakan hasil kajian yang telah kami lakukan:
- Mahasiswa Baru Penyandang Disabilitas Program S1 dan D4 Tahun 2024
Berdasarkan data yang kami dapatkan, di tahun 2024, Universitas Gadjah Mada menerima 14 (empat belas) mahasiswa baru penyandang disabilitas program S1 dan D4. Keempat belas mahasiswa tersebut tersebar di berbagai fakultas/sekolah. Pada kegiatan PIONIR tingkat universitas, mahasiswa penyandang disabilitas yang terdata ditempatkan di gugus yang berada di Fakultas Ekonomika dan Bisnis serta Fakultas Ilmu Budaya. Penempatan tersebut ditujukan agar memudahkan mobilitas mahasiswa selama kegiatan berlangsung.
- Pelatihan atau Sosialisasi
Pengetahuan panitia mengenai cara berinteraksi dengan penyandang disabilitas menjadi komponen penting yang harus dipersiapkan melalui berbagai bentuk, seperti sosialisasi dan pelatihan. Melalui persiapan tersebut, panitia juga dapat mengetahui bagaimana cara memberikan bantuan kepada para penyandang disabilitas yang membutuhkannya. Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan, sosialisasi atau pelatihan itu sendiri dilakukan oleh PIONIR universitas, PIONIR Dialektika, PIONIR Organik, PIONIR Pascal, dan PIONIR Psikologi Rumah Kita (PRK).
PIONIR Dialektika di Fakultas Filsafat telah bekerja sama dengan pihak fakultas untuk melakukan persiapan berupa pengumpulan data dan pemetaan kebutuhan mahasiswa baru yang memiliki disabilitas. Selain itu, PIONIR Dialektika juga merancang teknis pelatihan khusus wajib mengenai cara berinteraksi dan memberikan bantuan kepada penyandang disabilitas yang nantinya akan diberikan kepada seluruh staf divisi. Pelatihan tersebut juga mencakup etika dalam berkomunikasi dengan penyandang disabilitas dan dukungan efektif.
PIONIR fakultas lain seperti PIONIR Organik milik Fakultas Pertanian yang tahun ini mengangkat tema inklusivitas telah menyiapkan pelatihan bahasa isyarat dan bekerja sama dengan pihak eksternal dari Universitas Negeri Yogyakarta. Kemudian, PIONIR Pascal milik Fakultas MIPA juga telah mengundang UKM Peduli Difabel untuk memberikan sosialisasi kepada para panitia. Sosialisasi tersebut diadakan dengan tujuan supaya panitia PIONIR Pascal mengetahui dan memahami cara serta etika untuk berinteraksi dengan penyandang disabilitas. Selain itu, PIONIR Psikologi Rumah Kita (PRK) milik Fakultas Psikologi juga telah memberikan pelatihan Psychological First Aid (PFA) kepada panitia.
- Materi Studi Kasus dan Roleplay untuk Pemandu terkait Mahasiswa Baru Penyandang Disabilitas
Materi studi kasus dan roleplay diutamakan bagi pemandu di gugus Kertanegara dan Poerbatjaraka. Pemandu diminta untuk mempraktikkan bagaimana respons mereka ketika berhadapan dengan mahasiswa penyandang disabilitas. Namun, seharusnya materi ini diberikan setelah pemandu mengikuti pelatihan mengenai interaksi dengan penyandang disabilitas sehingga pemandu dapat menerapkannya dengan tepat.
- Persiapan Mobilisasi dan Fasilitas
Kemudahan mobilisasi menjadi persiapan yang penting dalam masa orientasi. Salah satu fakultas yang mempertimbangkan komponen tersebut adalah Fakultas Filsafat. Pada pelaksanaan PIONIR Dialektika, panitia telah memastikan bahwa seluruh lokasi kegiatan dapat diakses oleh penyandang disabilitas. Mobilitas peserta didukung dengan adanya jalur landai, lift, toilet difabel, dan area parkir khusus. Terdapat pula bantuan personal bagi penyandang disabilitas apabila diperlukan, seperti pendampingan dan navigasi. Persiapan tersebut menunjukkan usaha panitia untuk mewujudkan masa orientasi yang inklusif, terlepas dari ada atau tidaknya mahasiswa baru penyandang disabilitas di fakultas tersebut. Di sisi lain, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) melakukan beberapa persiapan dalam menyambut pelaksanaan PIONIR 2024, seperti pembuatan jalur khusus untuk mahasiswa penyandang disabilitas. Kemudian, PIONIR Justicia oleh Fakultas Hukum bekerja sama dengan Unit Kesehatan Mahasiswa (Ukesma) dalam membantu mobilisasi mahasiswa baru penyandang disabilitas fisik.
- Pendampingan
Membahas terkait mobilitas, tentunya mahasiswa baru penyandang disabilitas berhak mendapat pendampingan jika mereka membutuhkan. Pendampingan ini dilakukan berdasarkan koordinasi dan kolaborasi antara UKM Peduli Difabel dengan panitia PIONIR universitas dan fakultas yang memiliki mahasiswa penyandang disabilitas. Akan tetapi, masih ditemukan beberapa kekurangan dalam persiapan panitia PIONIR untuk memfasilitasi mahasiswa baru penyandang disabilitas. Berdasarkan pendampingan yang kami lakukan, kami masih menemukan kekurangan yang cukup mengkhawatirkan dalam memfasilitasi mahasiswa baru penyandang disabilitas, khususnya dalam rangkaian kegiatan PIONIR Kesatria di Fakultas Teknik. Fakultas tersebut memiliki mahasiswa baru dengan disabilitas low vision, tetapi masih kurang dalam memberikan persiapan kepada panitianya.
Low vision sendiri merupakan gangguan penglihatan permanen dengan nilai BCVA (ukuran kemampuan penglihatan setelah dikoreksi dengan alat penglihatan seperti kacamata atau lensa kontak) lebih buruk dari 20/40 dan tidak dapat disembuhkan dengan lensa mata, pengobatan, maupun operasi (Shah dkk., 2018). Oleh karena itu, sangat disayangkan ketika panitia kurang menyadari keberadaan mahasiswa baru difabel tersebut dan tetap memberi instruksi untuk berlari secara tiba-tiba. Kejadian ini cukup mengkhawatirkan karena dapat membahayakan penyandang disabilitas low vision dan pada dasarnya dapat dihindari apabila panitia cukup aware terhadap pesertanya.
Sementara itu, PIONIR I-Dentistry di Fakultas Kedokteran Gigi yang memiliki mahasiswa baru dengan disabilitas daksa dapat memfasilitasi mahasiswa baru tersebut walaupun tidak ada persiapan sebelumnya. Hal ini cukup mengesankan karena fakultas tersebut mengakomodasi kebutuhan dengan baik dan peka terhadap mahasiswa barunya. Upaya yang dilakukan meliputi pemberian jalur dan pendampingan khusus untuk penyandang disabilitas daksa dari panitia ketika faculty tour. Selain itu, terdapat pula PIONIR Geospace di Fakultas Geografi yang bersedia mendampingi mahasiswa baru penyandang disabilitas tanpa bantuan dari UKM Peduli Difabel dan murni inisiatif dari panitia yang sedang tidak bertugas.
Berdasarkan hasil kajian di atas, persiapan PIONIR Gadjah Mada 2024 terkait pengakomodasian kebutuhan mahasiswa penyandang disabilitas, baik di tingkat universitas maupun fakultas, secara keseluruhan belum maksimal dalam pelaksanaannya. Adanya persiapan tersebut tentunya harus diberikan perhatian serius sebagai upaya preventif dan represif agar permasalahan yang berkaitan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan penyandang disabilitas dapat diminimalkan. Berikut merupakan catatan dan saran berdasarkan kajian yang telah kami lakukan:
- Informasi mengenai data mahasiswa baru penyandang disabilitas yang terlambat sehingga panitia PIONIR (khususnya panitia PIONIR Fakultas) belum memiliki persiapan khusus. Akan tetapi, sebenarnya keterlambatan tersebut bukan menjadi masalah besar apabila panitia mempertimbangkan konsep design for all dalam merancang rangkaian kegiatan. Dengan begitu, sejak awal kegiatan tersebut memang dirancang secara inklusif dan dapat diikuti oleh siapapun.
- Berdasarkan observasi yang telah dilakukan, kami melihat bahwa inisiatif dan kepekaan untuk membantu penyandang disabilitas telah ditunjukkan oleh sebagian panitia. Akan tetapi, masih ditemukan juga panitia yang kurang peka atau peduli terhadap keberadaan dan kondisi mahasiswa penyandang disabilitas. Inisiatif dan kepekaan dari panitia inilah yang kedepannya perlu ditingkatkan kembali agar menciptakan suatu harmoni yang baik dalam memberikan fasilitas kepada mahasiswa baru disabilitas.
- Alur penyampaian materi dalam sosialisasi mengenai cara berinteraksi dengan penyandang disabilitas dikatakan kurang efektif. Penyampaian materi disampaikan oleh Unit Layanan Disabilitas (ULD) kepada panitia medis PIONIR, lalu disampaikan kepada pemandu. Alur penyampaian tersebut dapat membuat informasi yang diberikan kurang lengkap dan jelas. Selain itu, kurangnya praktik dalam sosialisasi yang dilaksanakan membuat pemandu tidak dapat menerapkannya dengan maksimal.
- Informasi mengenai data penyandang disabilitas masih perlu disampaikan secara merata kepada para panitia sehingga tidak terjadi kesalahpahaman atau kecerobohan lainnya yang dapat membahayakan peserta.
- Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan, persiapan Psychological First Aid (PFA) baru dilakukan oleh PIONIR Psikologi Rumah Kita (PRK). Hal tersebut menjadi catatan penting sebab masih banyak fakultas yang belum melaksanakan PFA sebagai bagian dalam persiapan PIONIR. Pelatihan PFA dapat ditambahkan sebagai persiapan karena sangat penting terutama dalam memberikan dukungan emosional dan meningkatkan resiliensi (Ruzek et al., 2007; Tsutsumi & Izutsu, 2021), khususnya bagi penyandang disabilitas.
Kegiatan PIONIR sejatinya hanyalah salah satu bagian untuk menilai seberapa jauh keseriusan Universitas Gadjah Mada dalam mengakomodasi hak-hak penyandang disabilitas. Perlu menjadi catatan bahwa sering kali penyandang disabilitas terkendala ketika mengikuti suatu kegiatan karena lingkungan yang kurang mendukung partisipasi mereka. Kajian ini diharapkan dapat menjadi refleksi bagi panitia dan pihak universitas dalam penyelenggaraan PIONIR kedepannya. Dengan begitu, kegiatan masa orientasi dapat diselenggarakan secara lebih inklusif dan aksesibel untuk seluruh mahasiswa baru.
Referensi:
Koriaty, S., Fatmawati, E., & Sucipto, S. (2016). Persepsi Mahasiswa Terhadap Efektivitas Pelaksanaan Pengenalan Etika Kampus Pada Masa Orientasi Mahasiswa Baru. Jurnal Pendidikan Informatika Dan Sains, 5(1), 120–129. https://doi.org/10.31571/saintek.v5i1.257
Persson, H., Åhman, H., Yngling, A. A., & Gulliksen, J. (2015). Universal design, inclusive design, accessible design, design for all: different concepts—one goal? On the concept of accessibility—historical, methodological and philosophical aspects. Universal Access in the Information Society, 14(4), 505–526. https://doi.org/10.1007/s10209-014-0358-z
PIONIR Gadjah Mada. (2024). PIONIR Gadjah Mada 2024. Pionir.ugm.ac.id. https://pionir.ugm.ac.id/2024/assets/beranda/hero/sampai-jumpa-desktop.png?imwidth=1920
Roth, D., Pure, T., Rabinowitz, S., & Kaufman-Scarborough, C. (2018). Disability awareness, training, and empowerment: A new paradigm for raising disability awareness on a university campus for faculty, staff, and students. Social Inclusion, 6(4), 116–124. https://doi.org/10.17645/si.v6i4.1636
Ruzek, J. I., Brymer, M. J., Jacobs, A. K., Layne, C. M., Vernberg, E. M., & Watson, P. J. (2007). Psychological first aid. Journal of Mental Health Counseling, 29(1), 17-49. https://doi.org/10.17744/mehc.29.1.5racqxjueafabgwp
Shah, P., Schwartz, S. G., Gartner, S., Scott, I. U., & Flynn, H. W. (2018). Low vision services: a practical guide for the clinician. Therapeutic Advances in Ophthalmology, 10, 1–12. https://doi.org/10.1177/2515841418776264
Shin, Y. J., Ji, E., & Park, S. (2023). Korean College Students’ Attitudes toward Disability and Inclusive Education: Latent Profile Analysis. Current Psychology, 42(20), 16973–16986. https://doi.org/10.1007/s12144-022-02856-y
Soeparman, S. (2014). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Studi Mahasiswa Penyandang Disabilitas. IJDS Indonesian Journal of Disability Studies, 1(1), 12–19. https://doi.org/10.21776/ub.ijds.2014.01.01.02
Tsutsumi, A., & Izutsu, T. (2021). Psychological First Aid. In S. O. Okpaku (Ed.), Innovations in Global Mental Health (1st ed., pp. 1027–1040). Cham: Springer International Publishing.