Universitas Gadjah Mada baru saja melaksanakan pesta demokrasi terbesarnya. Tanggal 17 April 2017 UGM baru saja menentukan nahkoda baru yang akan menentukan arah laju UGM selama lima tahun ke depan. Selamat kepada Prof. Ir. Panut Mulyono M.Eng., D.Eng.. Semoga dapat mengemban tugas dan tanggung jawab dengan baik serta dapat memberikan jawaban atas keresahan dan harapan warga kampus karena banyak harapan baru yang diharapkan dapat terwujud di bawah naungan rektor yang baru. Sebagai universitas pertama yang didirikan oleh rakyat, UGM harus melibatkan inklusi sebagai perencanaan kampus. Kebijakan inklusi adalah kebijakan yang mampu memenuhi semua hak, termasuk minoritas. Kebijakan tersebut harus mampu menyatukan mahasiswa satu dengan yang lainnya, baik secara fisik maupun non fisik.
Salah satu bentuk dari kebijakan inklusi fisik adalah pemenuhan aksesibilitas dalam kampus. Pemenuhan aksesibilitas ini perlu diperhatikan mengingat UGM memiliki mahasiswa difabel. Bukan hanya mahasiswa difabel saja, dosen yang sudah sepuh atau sivitas akademika UGM lain yang sedang sakit juga mempunyai mobilitas yang terbatas sehingga harus ditunjang aksesibilitasnya. Bisa dibilang bahwa aksesibilitas di lingkungan kampus UGM belum sepenuhnya sempurna. Sudahkah ada lift di semua gedung di UGM? Tentu saja belum, mengingat UGM masih menggunakan gedung-gedung lama yang tidak lebih dari 3 lantai (untuk instalasi lift minimal lebih dari 3 lantai). Bagaimana dengan guiding block dan ramp? Apakah di seluruh sudut UGM sudah memadai? Silahkan dicek sendiri.
Kebijakan pemenuhan aksesibilitas ini memang kebijakan yang berbiaya tinggi. Untuk itu perlu alternatif lain yang dapat dilaksanakan segera. Alternatif dari kebijakan tersebut dapat muncul jika ada awareness dari pihak rektorat untuk memenuhi hak-hak minoritas di kampus UGM kita tercinta ini. Awareness mendasari seluruh kebijakan inklusi, karena tanpa awareness kita tidak akan tahu apa yang diperlukan oleh orang lain yang membutuhkan.
Bagaimanapun kebijakan ini harus mendukung pembelajaran seluruh mahasiswa di lingkungan UGM. Jangan sampai ada yang merasa terdiskriminasi dalam kampusnya sendiri. Seperti mahasiswa difabel, apakah semua mahasiswa difabel sudah dipetakan dengan baik agar perkembangannya selalu bisa dipantau? Teman-teman difabel kita memiliki cara berbeda dalam belajar, dan tentu diharapkan lingkungan sekitar mereka dapat membantu proses belajar mereka. Hal ini perlu diawasi oleh pihak kampus, bagaimanapun seluruh mahasiswa adalah tanggung jawab pihak kampus karena sudah dititipkan oleh pihak orang tua wali.
Hal-hal tersebut di atas masih perlu ditelaah lebih lanjut dan dinantikan aksi nyatanya oleh rektor kita yang baru. Target kami selanjutnya adalah melakukan audiensi agar suara kami didengar dan mengawasi jalannya pembuatan dan pelaksanaan kebijakan di UGM kita. Semoga UGM akan menjadi lebih baik dalam naungan rektor yang baru.
Ketua Kajian: Hanifah Endriani
Moderator: Yesica Nurzaman
Peserta Kajian: Alya Ramadhani, Bima Indra, Dhimas, Ema Rachmawati, Siska Indriani, Tio Tegar Wicaksana, Lucky Surya, Antonius
Penulis Artikel: Alya Ramadhani