Convention on the Rights of Person with Disabilities (CRPD) adalah sebuah perjanjian internasional untuk memajukan, melindungi, dan memastikan pemenuhan dan penyetaraan Hak Asasi Manusia (HAM) serta kebebasan penyandang disabilitas untuk memajukan penghormatan dan martabat mereka (United Nations Convention on the Rights of Persons with Disabilities, 2006). Dalam United Nations Convention on the Rights of Persons with Disabilities (2006) terdapat berbagai macam hak yang dijamin dalam perjanjian tersebut, diantaranya hak untuk hidup, akses terhadap keadilan, pendidikan, kesehatan, pekerjaan dan lapangan kerja, dan lain-lain. Konvensi ini juga mendukung adanya kerjasama internasional untuk mendukung terciptanya inklusivitas.
Terbentuknya kebijakan CRPD tentunya membawa angin segar bagi nasib penyandang difabel di seluruh dunia. Berbagai negara mendukung kebijakan itu dengan melakukan ratifikasi. Begitu pula dengan Indonesia, ratifikasi CRPD dilakukan di tahun 2011 dengan harapan mempercepat inklusivitas. Faktor yang mempengaruhi kebijakan luar negeri Indonesia untuk meratifikasi CRPD adalah faktor determinan situasi sosial politik domestik Indonesia yang menggambarkan kuatnya tekad seluruh elemen bangsa dalam kemajuan hak asasi manusia bagi para penyandang disabilitas (Purwanto, 2017). Pemerintah Indonesia wajib menjamin hak-hak penyandang disabilitas, yakni bebas dari penyiksaan, perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, merendahkan martabat, bebas dari eksploitasi, kekerasan, dan perlakuan yang semena-mena. Tindak lanjut yang dilakukan Indonesia adalah dengan membentuk UU No.19 tahun 2011.
Adanya UU No.19 tahun 2011 memberi jaminan akan kesejahteraan penyandang disabilitas. Menurut Lestari, dkk. (2017) Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Semarang telah berupaya merealisasikan pemenuhan kebutuhan dasar penyandang disabilitas. Dalam bidang pendidikan, dinas sosial berkoordinasi dengan dinas pendidikan tentang pemenuhan kebutuhan dan kewajiban bagi penyandang disabilitas. Penilik Sosial Kecamatan juga menginfokan pada masyarakat apabila ada anak penyandang disabilitas untuk disekolahkan. Selain itu, upaya pemerintah mendukung pemenuhan kebutuhan disabilitas menggerakan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pemenuhan hak penyandang disabilitas.
Dengan meratifikasi CRPD, penyandang disabilitas di Indonesia memiliki peluang untuk menggunakan mekanisme pengaduan internasional di luar mekanisme nasional yaitu melalui Komite Hak-Hak Penyandang Disabilitas (Committee on the Rights of the Person with Disabilities). Meski telah memiliki payung hukum, diskriminasi masih terjadi bagi penyandang disabilitas. Bahkan tindak kejahatan yang dialami oleh penyandang disabilitas yang prosesnya tidak tuntas (Pawestri, 2017). Misalnya pelecehan seksual atau pemerkosaan yang dialami oleh penyandang disabilitas rungu wicara dan tuna netra, di mana korban tidak dianggap sebagai saksi yang cakap hukum karena tidak bisa menjelaskan dan menceritakan proses tindak pemerkosaan kepada penyidik (Indrawati & Laksana, 2020). Selain itu sektor yang rawan diskriminasi itu adalah pendidikan. Contohnya pada mekanisme Seleksi Nasional Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) tahun 2014, masih mencantumkan calon mahasiswa disyaratkan tidak tuna netra, tuna rungu, tuna wicara, dan buta warna (Pratomo dkk., 2015). Akibatnya, banyak penyandang disabilitas yang tidak bisa melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.
Ratifikasi CRPD oleh Indonesia pada tahun 2011 memberi harapan bahwa kebijakan ini dapat membantu melindungi, mempromosikan dan menjamin pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas serta memastikan kesetaraan di mata hukum. Kenyataannya kebijakan ini belum cukup untuk mewujudkan inklusivitas terhadap penyandang disabilitas. Meskipun berbagai kebijakan untuk memajukan, melindungi, dan memastikan pemenuhan HAM penyandang disabilitas telah dibentuk, berbagai macam bentuk diskriminasi serta tindak kejahatan terhadap penyandang disabilitas masih banyak ditemui di Indonesia. Maka dari itu, berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ratifikasi CRPD sejauh ini belum memberikan dampak signifikan terkait inklusivitas bagi penyandang disabilitas.