https://lifeessentials.co.uk/shop/bakar69https://bakar69-ac.com/https://ijens.itsk-soepraoen.ac.id/https://data.banggaikab.go.id/https://dpupr.kaltimprov.go.id/https://pamongwalagri.kotabogor.go.id/https://snono-systems.com/vps-hosting/https://carirajajudi33.comhttps://jphoki.it.com/https://advtransfer.comhttps://awesomewebsitethemes.com/bakar69bakar69https://cmvcg.com.br/
The R Word – UKM Peduli Difabel UGM

The R Word

Sumber: Canva

“Are you Ret*rded!?” 

Pernahkah kamu mendengar kalimat seperti di atas? Terdapat kata “retarded” yang digunakan pada kalimat tersebut. Kata ini biasa digunakan untuk memberikan makna merendahkan pada kemampuan intelektual seseorang. Padahal, pada tahun 1961, kata R word tersebut merupakan bagian dari frasa “Mental Retardation” yang bermakna netral dan tidak menyinggung. Namun, seiring digunakannya sebagai slur oleh orang-orang, baik di dunia nyata maupun di dunia maya, terjadi pergeseran makna pada R word menjadi keterbelakangan intelektual yang bersifat derogatory atau merendahkan sehingga dimulailah era dimana kata R word ini dianggap sebagai kata-kata yang offensive dan menyinggung. 

Penggunaan kata R word dalam kehidupan sehari-hari pernah dinormalisasi pada tahun 2000-an, dimana banyak orang berbahasa inggris yang menyamakan penggunaannya dengan kata-kata, seperti idiot dan moron, yang tentu keduanya juga berakar dari kata-kata yang sama untuk merendahkan teman-teman difabel. Hal tersebut sangat disayangkan mengingat bagaimana orang-orang tersebut menyamakan teman-teman difabel mental dengan objek negatif dan menjadikan mereka bahan tertawaan.

Akan tetapi, sudah banyak usaha yang dilakukan untuk memperbaiki bagaimana masyarakat awam memandang kaum difabel, terutama difabel mental. Usaha-usaha yang dilakukan biasanya merujuk pada penghalusan bahasa. Salah satu contohnya adalah pada tahun 2007, “the American Association on Mental Retardation” merubah namanya menjadi “the American Association on Intellectual and  Developmental Disabilities”. Selain itu, pada bahasa inggris pun sudah mulai digalakkan penggunaan kata “Intellectual Disability”  bahkan “Intellectual developmental disorder” menggantikan kata “Mental Retardation” yang dianggap menyinggung. Meskipun begitu, bukanlah hal yang mudah untuk mengganti kebiasaan penggunaan R word yang sudah berakar kuat di dalam masyarakat. Dibutuhkan edukasi yang lebih baik untuk dapat menciptakan kesadaran kolektif antar individu mengenai penggunaan kata ini. 

Perubahan bahasa memang memerlukan waktu dan kesadaran perorangan dari masyarakat. Meskipun sudah terdapat upaya yang dilakukan untuk mengubah persepsi masyarakat terhadap R word, tantangan yang dihadapi masih cukup besar. R word merupakan bentuk bullying, bahkan bentuk kesadaran penggunanya untuk merendahkan orang lain. Berlindung dari kata “cuma bercanda” tidak akan mengesampingkan fakta bahwa R word bersifat merendahkan kelompok tertentu. Selain itu, setiap individu, baik dengan atau tanpa disabilitas berhak diperlakukan dengan rasa hormat dan empati. Ayo, bersama-sama kita berperan aktif dan menghindari penggunaan istilah ini untuk menciptakan lingkungan yang lebih inklusif!

Penulis: Nail Qistan Insani

Referensi 

Nash, C., Hawkins, A., Kawchuk, J., & Shea, S. E. (2012). What’s in a name? Attitudes surrounding the use of the term ‘mental retardation’. Paediatrics & child health, 17(2), 71–74. https://doi.org/10.1093/pch/17.2.71

 

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top